Audrey Yu, Kisah Inspiratif Si Anak Super Cerdas yang Dianggap Gangguan Jiwa
Kisah ini viral pada awal tahun lalu sejak di-posting oleh Rudi Kurniawan dalam akun Facebook miliknya. Di posting-an tersebut berisi tentang kisah inspiratif anak super cerdas asal Kota Surabaya. Sang pemilik akun mengunggah kisah yang telah diulas oleh Dahlan Iskan. Anak ajaib tersebut bernama Audrey Yu Jia. Kini, Audrey bukan anak lagi karena usianya saat ini telah 30 tahun.
Sering Bertanya Pertanyaan-pertanyaan Filsuf Sejak Usia 4 Tahun
Sejak umur 4 tahun, Audrey kecil sudah memiliki pertanyaan-pertanyaan filsuf seperti rasa bahagia pergi kemana. Ia juga bertanya โMengapa ada orang yang miskin dan miskin sekali sehingga harus menjadi pemulung atau gelandangan?โ. Audrey juga bertanya tentang apa arti sebuah kehidupan.
Pertanyaan-pertanyaan yang cukup aneh keluar dari mulut anak kecil membuat ibunya kerap jengkel menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Audrey.
Tidak hanya memiliki cara berfikir yang tidak wajar untuk anak seusianya, perilaku Audrey kecil juga tidak pada umumnya. Pernah suatu ketika pelajaran di sekolahnya selesai, dia memaksa ingin pergi ke tempat sampah. Jika hanya pergi saja mungkin tidak aneh namun alasan di balik ia ingin sekali ke sana yang membuat tidak biasa.
Audrey ke tempat sampah ingin mencari pemulung dan membantu mereka memulung. Ternyata dirinya ingin mengamalkan apa yang terdapat dalam Pancasila sila ke lima. Ia ingin mengamalkan konsep โKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.โ
Akan tetapi, perilakunya justru membuat Audrey dianggap anak yang tidak normal oleh lingkungan sekitar.
Dianggap Memiliki Gangguan Kejiwaan
Kisah Audrey ini menjadi kisah yang cukup memilukan. Pasalnya, anak ajaib ini memiliki masa kecil yang cukup menyedihkan. Ia dianggap sebagai anak yang memiliki gangguan jiwa karena memiliki pertanyaan-pertanyaan dan perilaku yang tidak umum.
Kepintaran serta kecerdasannya malah membuat Audrey dikucilkan oleh teman-temannya. Selain itu, orang-orang dewasa di sekelilingnya juga menganggap anak ini tidak normal dan butuh pemeriksaan kejiwaan.
Teman-temannya menganggap Audrey anak aneh sehingga tidak bisa diajak berteman, dan perlu dijauhi. Oleh karena itu, ia dikucilkan teman-teman seusianya. Ditambah lagi dengan perilaku ibunya yang sering memarahi Audrey. Saat ia berkata ingin menjadi tentara karena ingin menjadi pahlawan, orangtuanya merasa bahwa anak tersebut tidak normal dan perlu dibawa ke dokter jiwa.
Ibunya berharap memiliki anak yang tumbuh seperti orang pada umumnya. Ibu Audrey begitu menginginkan anak terutama saat usia pernikahan telah bertahu-tahun namun belum juga dianugerahi kehadiran anak.
Setelah sekian lama menunggu, lahirlah Audrey. Akan tetapi, Audrey tidaklah anak yang dirinya harapkan selama ini karena sering membuatnya malu, kerepotan, dan marah. Teman-teman ibunya menyarankan agar Audrey dibawa ke dokter jiwa.
Mendapat Predikat Satu dari 72 Ikon Prestasi Indonesia
Audrey menamatkan Sekolah Dasar hanya 5 tahun, SMP selesai 1 tahun, dan SMA hanya 11 bulan. Dirinya lulus Sekolah Menengah Atas pada usia 13 tahun di mana saat itu tidak ada satu pun universitas di Indonesia yang mau menerimanya.
Akhirnya Audrey mendaftar perguruan di luar negeri yaitu di University of Virginia. Gelar Strata 1 Audrey selesai dalam kurun waktu tiga tahun. Jadi, Audrey telah bergelar S1 fisika di usianya yang menginjak 16 tahun. Tak tanggung-tanggung karena saat wisuda dirinya mendapat predikat Summa Laude atau sempurna dari University of Virginia.
Info unik dari anak asal Surabaya yang saat kecil disia-siakan ini ternyata menjadi satu dari 72 orang berrestasi di tanah air. Penobatan atas dirinya menjadi ikon orang berprestasi dilakukan pada tahun 2017 lalu.
Saat ini Audrey berada di Shanghai dengan kesibukan sebagai tenaga pengajar Bahasa Inggris level tertinggi dan sedang membuat konsep susunan penerapan Pancasila yang baik. Ibu Aurey pun telah berubah dan baru tahu tentang perasaan Audrey sebenarnya setelah membaca buku anaknya tersebut.
Semoga kisah anak super cerdas ini dapat menginspirasi tidak hanya kepada orangtua namun juga masyarakat. Jangan memberi label pada anak dengan perilaku dan pola pikir yang tidak biasan seenaknya. Ingat bahwa setiap anak itu unik!
Leave a Reply